Data Pengunjung

Klik sponsor untuk close

Minggu, 10 Oktober 2010

Sebuah Taman dari Bencana Banjir

Solo – Bencana banjir yang sering melanda Kota Solo pada awal abad 20 memaksa Mangkunegoro VII kala itu memecah sungai Pepe. Proyek yang bermodal kas negara Mangkunegaran, digunakan bersama-sama pemerintah Belanda untuk membuat sungai baru yang kemudian dibangun juga Taman Tirtonadi.
Seringnya terjadi banjir, Kali Pepe dipecah dengan membuat aliran baru ke arah timur dan berakhir di Bengawan Solo. Dibuat juga tanggul dari sebelah utara Balekambang sampai Jebres. Aliran baru dari pecahan Kali Pepe itu kemudian disebut Kali Anyar. Untuk mempercantik pemandangan aliran Kali Pepe yang melewati pintu air Kali Anyar, maka Mangkunegoro VII membangun sebuah taman.
Taman tersebut berada di sebelah selatan aliran baru Kali Anyar. Dibangun juga kolam kecil di taman tersebut. Setiap hari banyak masyarakat yang datang dan menikmati pemandangan taman itu. Taman baru itu dinamakan Tirtonadi dan oleh Mangkunegoro VII disebut Taman Partinah atau Partinah Park, yang diambil dari nama puterinya.
Agar dapat menambah pengunjung maka Mangkunegoro VII membuat sebuah tempat wisata lagi di sebelah utara Taman Tirtonadi yang dinamakan Minapadi. Guna mempermudah akses masyarakat pergi dari satu obyek ke obyek lainnya maka dibuatlah sebuah jembatan dengan lebar 1 meter dari Taman Tirtonadi ke obyek wisata Minapadi. “Jembatan yang menggantung di atas telaga buatan itu disebut Kreteg Senggol, karena jika orang menyeberang dan berpapasan maka akan bersenggolan,” jelas Marso, staf dokumentasi Pura Mangkunegaran kepada Timlo.net Selasa (5/10).
Obyek wisata Minapadi berupa telaga buatan dengan banyak perahu sebagai sarana wisata, selain itu juga dapat digunakan sebagai tempat pemancingan. Indahnya taman buatan Mangkunegoro VII tersebut membuat Gesang menciptakan lagu dengan judul Tirtonadi bersama Orkes Keroncong Bunga Mawar sekitar tahun 1941.
Setelah Jepang menjajah Hindia Belanda tahun 1942, taman tersebut kemudian menjadi tidak terawat. Indahnya wisata Kali Anyar semakin sirna setelah masa kemerdekaan. “Bangunan dan kawasan wisata tersebut tahun demi tahun berubah fungsi. Ada yang menjadi ruang umum, tempat prostitusi, terminal, tempat jualan makanan, bahkan menjadi tempat jualan batu nisan. Semua bertolak belakang dengan keadaan jaman dahulu,” tambah Marso.

0 komentar:

Posting Komentar

More