Kemerlap hijau seringkali terlihat di bawah permukaan laut tropis. Lalu mengapa air laut bisa mengeluarkan warna seperti itu?.
Kilau hijau itu ternyata dihasilkan oleh cacing api laut untuk menarik perhatian lawan jenisnya dalam ritual kawin. Temuan itu berdasarkan riset ilmuwan Scripps Institution of Oceanography di University of California, San Diego, AS.
Hasil yang dipublikasikan di Science Daily itu mengungkap cacing api laut memiliki kemampuan menghasilkan cahaya bioluminescence.
Kemampuan itu digunakan untuk menarik perhatian lawan jenisnya pada musim kawin. Periset ahli biologi kelautan Dimitri Deheyn dan Michael Latz, mengungkapkan cacing itu juga menggunakan cahaya sebagai alat pertahanan.
Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Invertebrate Biology terbaru pekan lalu itu memberikan informasi mendalam tentang fungsi bioluminescence cacing api. Serta mendorong para ilmuwan semakin dekat pada tahap identifikasi dasar molekuler cahaya.
"Ini adalah satu langkah maju dalam memahami biologi bioluminescence pada cacing api. Jika kami mengerti bagaimana menjaga cahaya tetap stabil dalam jangka waktu lama, akan membuka peluang penggunaan protein atau reaksi itu dalam biomedis, bioengineering, dan lainnya," papar Deheyn.
Cacing api yang digunakan dalam studi tersebut, Odontosyllis phosphorea, adalah penghuni dasar samudera yang hidup di perairan dangkal tropis dan subtropis. Selama masa perkembangbiakan di musim panas, yang disebut swarming, cacing betina mengeluarkan lendir hijau bercahaya, sebelum melepas gamet atau sel reproduksinya.
Cahaya terang itu menarik perhatian cacing jantan yang akan melepas gametnya ke dalam cahaya hijau itu. Tak hanya cacing jantan, manusia yang kebetulan melintasi perairan itu juga bakal terpesona dengan permainan cahaya itu.
Para ahli melacak penampakan cahaya di California Selatan, Karibia, dan Jepang, yang akan mencapai puncaknya satu atau dua hari sebelum tiap fase atau saat bulan seperempat. Setiap penampakan cahaya dimulai 30 sampai 40 menit setelah matahari tenggelam dan berlangsung selama 20 sampai 30 menit.
Kilau hijau itu ternyata dihasilkan oleh cacing api laut untuk menarik perhatian lawan jenisnya dalam ritual kawin. Temuan itu berdasarkan riset ilmuwan Scripps Institution of Oceanography di University of California, San Diego, AS.
Hasil yang dipublikasikan di Science Daily itu mengungkap cacing api laut memiliki kemampuan menghasilkan cahaya bioluminescence.
Kemampuan itu digunakan untuk menarik perhatian lawan jenisnya pada musim kawin. Periset ahli biologi kelautan Dimitri Deheyn dan Michael Latz, mengungkapkan cacing itu juga menggunakan cahaya sebagai alat pertahanan.
Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Invertebrate Biology terbaru pekan lalu itu memberikan informasi mendalam tentang fungsi bioluminescence cacing api. Serta mendorong para ilmuwan semakin dekat pada tahap identifikasi dasar molekuler cahaya.
"Ini adalah satu langkah maju dalam memahami biologi bioluminescence pada cacing api. Jika kami mengerti bagaimana menjaga cahaya tetap stabil dalam jangka waktu lama, akan membuka peluang penggunaan protein atau reaksi itu dalam biomedis, bioengineering, dan lainnya," papar Deheyn.
Cacing api yang digunakan dalam studi tersebut, Odontosyllis phosphorea, adalah penghuni dasar samudera yang hidup di perairan dangkal tropis dan subtropis. Selama masa perkembangbiakan di musim panas, yang disebut swarming, cacing betina mengeluarkan lendir hijau bercahaya, sebelum melepas gamet atau sel reproduksinya.
Cahaya terang itu menarik perhatian cacing jantan yang akan melepas gametnya ke dalam cahaya hijau itu. Tak hanya cacing jantan, manusia yang kebetulan melintasi perairan itu juga bakal terpesona dengan permainan cahaya itu.
Para ahli melacak penampakan cahaya di California Selatan, Karibia, dan Jepang, yang akan mencapai puncaknya satu atau dua hari sebelum tiap fase atau saat bulan seperempat. Setiap penampakan cahaya dimulai 30 sampai 40 menit setelah matahari tenggelam dan berlangsung selama 20 sampai 30 menit.
0 komentar:
Posting Komentar